Jenis-Jenis Termometer
Seperti
telah dijelaskan di atas, jenis-jenis termometer bergantung pada sifat fisis
zat (thermometric property) yang digunakan. Jenis-jenis termometer yang
lazim digunakan antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut.
1.
Termometer Gas Volume Tetap
Sesuai dengan namanya, termometer ini dibuat
berdasarkan pada perubahan tekanan gas karena adanya perubahan
temperatur. Volume gas dapat membesar karena kenaikan temperatur yang diikuti
oleh penurunan tekanan gas dan dapat mengecil karena penurunan temperatur yang
diikuti oleh kenaikan tekanan gas. Jadi, pada termometer gas volume tetap, thermometric
property-nya adalah tekanan gas (p) yang diwakili oleh
perubahan panjang kolom air raksa (raksa). Ini berarti p = p ( T ).
Adapun bentuk skematis termometer gas volume tetap seperti dilukiskan pada
gambar :
Bagaimanakah
cara kerja termometer gas volume tetap seperti gambar ?
Apabila
benda yang akan diukur temperaturnya (A) disentuhkan pada bola B, maka gas
dalam bola B akan memuai dan mendesak air raksa dalam pipa C ke bawah dan dalam
pipa E ke atas. Pipa C dan pipa E dihubungkan dengan pipa karet D yang lentur
dan dapat ditarik ke bawah atau ke atas.
Apabila gas bola B memuai dan mendesak air raksa dalam pipa C, maka volume gas bertambah. Agar volume gas tetap seperti semula, yaitu pada pengatur permukaan raksa, maka pipa karet D dapat dinaikkan atau diturunkan, sehingga volume gas pada bola B dapat dijaga tetap
Jika
kaki-kaki manometer mempunyai luas penampang yang sama, misalnya seluas A,
tinggi cairan raksa yang berada di atas tanda volume tetap (pengatur permukaan
raksa) adalah h, sedangkan massa jenis raksa adalah ρ, maka untuk
percepatan gravitasi bumi g dan tekanan udara luar sebesar po,
berlaku persamaan-persamaan berikut.
p1 =
po +
ρ g h1
p2 =
po +
ρ g h2
p = po + ρ g h
Dengan menggunakan
persamaan (p V / T) = C dengan volume V tetap dan
subsitusi sederhana dapat diperoleh persamaan:
T = T1 + {(h – h1) / (h2 – h1)}{T2 – T1}
Dengan mengambil T1 =
temperatur titik lebur es atau titik beku air pada tekanan udara luar 1
atmosfer = 00C
= 273 K dan h1 = tinggi raksa pada saat disentuhkan pada es yang sedang
melebur, serta T2 = temperatur titik didih air atau titik
embun air pada tekanan 1 atmosfer = 1000 C = 373 K dan h2 =
tinggi raksa pada saat disentuhkan pada air sedang mendidih, sedangkan h adalah
sembarang posisi permukaan raksa di kaki E, maka temperatur T dapat
diketahui, karena temperatur T merupakan fungsi linier tinggi raksa h.
2. Termometer Gas Tekanan Tetap
Termometer gas
tekanan tetap dibuat berdasarkan pada perubahan volume gas yang berubah
karena adanya perubahan temperatur. Pada proses volume tetap, kenaikan
temperatur mengakibatkan tekanan gas naik dan sebaliknya penurunan temperatur
akan mengakibatkan tekanan gas menurun. Pada proses tekanan tetap, volume gas
akan bertambah jika temperatur gas naik dan sebaliknya volume gas akan mengecil
jika temperatur gas turun. Jadi, pada termometer gas tekanan tetap, thermometric
property-nya adalah volume gas (V) yang diwakili oleh
panjang kolom air raksa. Ini berarti V = V ( T ). Adapun skematis
termometer. Dengan cara yang sama seperti di atas, dapat dituliskan persamaan
berikut.
T = T1 + {(V – V1) /
(V2 –
V1)}
(T2 –
T1)
3. Termometer Cairan
Termometer cairan dibuat
berdasarkan pada perubahan volume cairan karena adanya perubahan temperatur.
Namun karena luas penampang kolom cairan A dipandang tetap, maka
perubahan volume cairan dapat diwakili oleh perubahan tinggi kolom cairannya.
Ini berarti Thermometric Property-nya adalah panjang atau tinggi kolom
cairan, sehingga dapat diperoleh L = L ( T ). Adapun skematis
termometer cairan seperti gambar :
Pada dasarnya, temperatur untuk termometer
cairan seperti gambar, harga temperaturnya diukur dengan perubahan volume
cairan dengan persamaan
T = f (V)
Jika untuk
titik-titik tetap dengan temperatur T1 dan T2 volume
cairan masing-masing V1 dan V2, maka interpolasi
dan eksptrapolasi linier ditentukan dengan persamaan
T = T1 + {(V – V1) / (V2 – V1)} (T2 – T1)
Selanjutnya, jika tandon cairan
mempunyai volume V0 dan luas penampang tabung halus adalah A, maka
volume dapat dinyatakan dengan panjang tabung L di atas tandon cairan
dengan persamaan-persamaan berikut :
V1 = V0 + A L1
V2 = V0 + A L2
V = V0 + A L
Dengan melakukan substitusi
sederhana dapat diperoleh persamaan berikut:
T = T1 + {(L – L1) / (L2 – L1)} (T2 – T1)
Dengan menggunakan
persamaan 2.12 dapat ditentukan harga sembarang temperatur T karena
harga L dapat diukur. Tegasnya, ukuran temperatur dapat dilaksanakan
dengan mengukur panjang kolom cairan di atas tandon cairan.
4. Termometer Hambatan Listrik
Termometer hambatan jenis dibuat
berdasarkan pada perubahan hambatan jenis suatu penghantar karena adanya
perubahan temperatur. Ini berarti Thermometric Property-nya adalah
hambatan suatu konduktor, sehingga R = R ( T ). Adapun skematis
termometer hambatan listrik seperti gambar :
Keterangan gambar.
A = ampermeter
B = benda yang akan diukur
temperaturnya
E = elemen atau batu batere standar
R = hambatan atau konduktor
RG = hambatan geser
S
= saklar
Hambatan listrik (R)
dari berbagai konduktor atau zat berubah menurut temperaturnya. Perubahan ini
akan sangat jelas jika temperaturnya sudah mendekati harga – 273 0C. Ini
berarti, mulai suatu temperatur tertentu, hambatan listrik tiba-tiba menjadi
sangat kecil atau dapat dikatakan
konduksi listriknya menjadi sangat besar. Hal ini, dalam istilah kelistrikan
disebut sebagai konduktor supra.
Batas-batas temperatur
untuk menjadi konduktor supra untuk berbagai konduktor berbeda-beda. Bahkan ada
zat yang tidak dapat diketahui batas-batas temperaturnya karena kesulitan untuk
membuat temperatur rendah.
Hambatan listrik yang
berubah karena perubahan temperatur ini dapat digunakan untuk mengukur
temperatur dan dalam hal ini digunakan daerah hambatan listrik di atas
konduktor supra. Sesuai dengan perubahan temperatur T, hambatan listrik R
dapat berubah, sehingga untuk tegangan batere yang standar kuat arus
listriknya juga ikut berubah. Jadi kuat arus listrik menjadi thermometric
property dari termometer hambatan listrik. Untuk keperluan praktis,
kalibrasi alat ini diperlukan; karena yang berubah adalah hambatan listriknya (R),
tetapi yang terukur adalah kuat arus listriknya (I).
Menurut Callendar
(1886), untuk pengukuran yang presisi (pengukuran yang tepat dan akurat)
digunakan hambatan listrik platina dengan menggunakan rumus empiris berikut.
T = {(Rt – R0) / (R100 – R0)} 100
+ δ {(T / 100)
– 1} (T / 100)
dengan T sebagai temperatur
dalam 0C,
sedangkan Rt , R0, dan R100 masing-masing adalah
hambatan listrik dalam ohm (Ω)
untuk temperatur T, temperatur titik es, dan temperatur titik uap air,
serta δ adalah konstante yang harganya
bergantung pada karakteristik hambatan platina dan diperoleh melalui kalibrasi
pada titik belerang.
Dengan jalan yang sama, secara
teoritis, kalibrasi antara hambatan R dengan kuat arus listrik I yang
menggunakan batere standar dapat digunakan persamaan berikut :
T = {(It – I0) / (I100 – I0)} 100
+ δ {(T / 100)
– 1} (T / 100)
Termometer hambatan listrik
mempunyai beberapa keuntungan, antara lain:
1. hambatan R dapat ditanam
dalam benda pejal (masif) yang akan diukur temperaturnya
2. batas ukurnya sangat lebar,
yakni dari –253 0C sampai 1200 0C (ada yang menyatakan sampai
titik lebur platina, yakni 1760 0C)
3. ketelitian termometer hambatan
listrik platina dapat mencapai 10 – 3 derajat celcius atau 0,001 0C.
Termometer
hambatan listrik dapat dibuat mini dan portable (dapat dibawa kemana-mana
dengan bobot yang ringan). Volume termometer mini ini adalah 1 mm3 dan
dapat digunakan untuk mengukur temperatur dari –20 0C sampai 120 0C. Termometer
hambatan listrik dengan ukuran mini ini disebut termizet.
5. Termometer Termokopel
Termometer termokopel
dibuat berdasarkan pada: (1) adanya gaya gerak listrik (ggl) Seebeck, (2)
adanya ggl Peltier, dan (3) adanya ggl Thomson pada sambungan dua logam yang
berbeda jenisnya, serta (4) adanya perubahan temperatur pada sambungan dua
logam. Ini berarti termometer termokopel dibuat berdasarkan pada hasil
percobaan Seebeck, Peltier, dan Thomson.
Pada tahun 1826 Thomas
Johann Seebeck menemukan bahwa ggl dapat ditimbulkan dengan cara-cara termal.
Jika logam A disambungkan dengan logam B dan kedua sambungan berbeda
temperaturnya, maka akan timbul ggl termal atau ggl Seebeck yang disebabkan
karena adanya kerapatan elektron bebas dalam logam yang berbeda temperaturnya.
Apabila dua logam A
dan B yang berlainan jenisnya disambungkan dan kedua sambungan itu berbeda
temperaturnya, maka elektron-elektronnya berdifusi dari logam A ke logam B atau
sebaliknya. Kedua sambungan berfungsi sebagai sumber ggl dan jika ada arus
listrik dari logam yang satu ke logam lainnya, maka ada tenaga yang dibebaskan
atau diabsorbsikan. Perpindahan tenaga ini berbentuk aliran kalor di antara
sambungan dan sekelilingnya. Kalor ini disebut kalor Peltier (Jean C.A. Peltier
adalah penemu kalor yang mengalir di antara dua sambungan logam yang berbeda
jenisnya dan berlainan temperaturnya dan beliau adalah seorang ahli Ilmu Alam
bangsa Perancis). Eksperimen menunjukkan, bahwa kalor Peltier yang dipindahkan
pada setiap sambungan berbanding dengan jumlah muatan listrik yang melewati
sambungan dan membalik arahnya apabila arus listrik juga membalik arahnya.
Jumlah tenaga panas (dalam joule) yang diabsorbsikan atau dibebaskan pada
sambungan logam-logam A dan B per jumlah muatan listrik (dalam coulomb) yang
dipindahkan disebut ggl Peltier (πAB). Jadi
Ternyata bahwa ggl Peltier (πAB)
tidak hanya bergantung pada sifat kedua logam, tetapi juga pada temperatur
sambungan dan tidak bergantung pada sambungan lain yang mungkin ada.
Sir William Thomson (Lord Kelvin)
menemukan, bahwa kepadatan elektron bebas akan berlainan dari titik ke titik
dalam suatu kawat yang ujung-ujungnya mempunyai temperatur yang berbeda. Jadi,
setiap bagian dari kawat yang temperaturnya berbeda atau tidak seragam
(heterogen) merupakan sumber ggl.
Apabila arus listrik mengalir dalam
kawat yang temperaturnya tidak seragam, maka pada semua titik dalam kawat,
kalor akan dibebaskan atau diabsorbsikan, dan kalor ini disebut sebagai kalor
Thomson. Kalor Thomson sebanding dengan jumlah muatan listrik yang
melewati bagian kawat
dan sebanding dengan perbedaan temperatur antara ujung-ujung bagian kawat.
Apabila
suatu bagian kawat yang pendek (A) mempunyai perbedaan temperatur (dt), maka
jumlah kalor yang dibebaskan atau diabsorbsikan (dalam joule) dalam bagian
kawat per jumlah muatan listrik yang dipindahkan (dalam coulomb) disebut
sebagai ggl Thomson (τA dt). Jadi ggl Thomson dapat
dituliskan dalam persamaan berikut :
Eksperimen menunjukkan, bahwa kalor
Thomson dapat dibalik dan tergantung dari sifat kawat serta temperatur
rata-rata dari bagian kawat yang temperaturnya heterogen.
Pada
hakikatnya, ggl Seebeck (εAB) pada termokopel adalah perpaduan
dua ggl Peltier dan dua ggl Thomson yang persamaannya biasa disebut sebagai
persamaan dasar termokopel yang ditulis sebagai berikut :
dengan t = temperatur sambungan percobaan (test junction)
tR = temperatur sambungan penunjukan (reference junction) yang dibuat tetap. Jadi, dapat dinyatakan, bahwa Thermometric Property dari termometer termokopel adalah adanya ggl karena perubahan temperatur, sehingga ε = ε ( T ). Seperti apa bentuk persamaannya ? Adapun skematis termometer termokopel seperti gambar :
Persamaan
tsb berlaku pada termometer termokopel seperti gambar karena ggl Thomson pada
logam C (logam tembaga) tidak ada serta sambungan BC dan CA temperaturnya sama,
yaitu tR.
Dengan demikian, persamaan itu dapat diubah menjadi persamaan berikut :
Pada hakikatnya persamaan kedua
merupakan harga ggl termokopel dari logam-logam A dan B saja dengan temperatur
sambungan t dan tR, sehingga εABC = εAB = εAC - εBC;
apabila temperatur ujung-ujung logam tembaga (logam C) sama.
Jika
M adalah suatu logam dan L ialah logam timah hitam, percobaan-percobaan
menunjukkan, bahwa ggl termal εML tergantung pada temperatur t dari
sambungan percobaan dan tR temperatur acuan. Apabila tR = 00 C,
maka harga εML dapat ditulis sebagai berikut :
εML = a t + ½ b t2
persamaan
diatas merupakan persamaan dasar termometer termokopel dengan a dan b berupa
konstante percobaan yang harganya seperti tabel berikut.
6. Pirometer Optik
Pirometer Optik (Optis) merupakan
termometer sekunder, dalam arti pirometer optik digunakan untuk mengukur
temperatur di atas 10000C sampai 12000C. Mengapa demikian ?
Karena suatu benda yang bertemperatur lebih dari 5000C akan
memancarkan cahaya yang dapat dilihat (cahaya tampak). Hal ini dapat dilihat
dengan jelas dalam kegelapan.
Intensitas cahaya tampak akan
meningkat dengan bertambahnya temperatur. Pada suatu benda yang bertemperatur
6000C
akan tampak cahaya merah tua, pada temperatur 7000C tampak cahaya merah,
pada temperatur 8500C tampak cahaya merah muda, dan jika temperaturnya 10000C
tampak cahaya jingga kekuning-kuningan. Setelah temperatur benda lewat 10000C
sampai 12000C,
benda akan memancarkan cahaya putih kekuning-kuningan. Di atas temperatur 12000C,
benda akan memancarkan cahaya dengan perubahan warna yang lambat dan perubahan
intensitas yang cepat. Ini berarti, intensitas cahaya yang kelihatan oleh mata
bertambah dengan sangat cepat dan intensitas segala warna bertambah serta warna
cahaya mendekati maksimum (ingat grafik warna untuk mata dalam kuliah Optika).
Prinsip dasar pengukuran temperatur
dengan pirometer optik ada dua, yaitu: (1) dengan menentukan intensitas cahaya
tampak, dan (2) dengan menentukan perbandingan dua intensitas cahaya tampak.
Cara yang terbanyak digunakan adalah cara membandingkan dua intensitas cahaya
tampak yang dipancarkan oleh benda hitam sempurna (black body radiator) dengan
benda lain yang ditera. Jadi, Thermometric Property dari termometer
pirometer optik adalah intensitas cahaya, sehingga: I
= I( T ).
Jenis-jenis pirometer optik banyak
ragamnya, antara lain: (1) pirometer optik penyinaran total yang didasarkan
pada hukum Stefan – Boltzmann (Et = σo T4), dan (2) pirometer optik foto
elektrik yang berdasarkan pada prinsip kerja fotosel.
E. Skala Temperatur
Jika
Thermometric Property dilambangkan X, maka X = X ( T ).
Fungsi apa yang digunakan ? Fungsi yang digunakan dapat dipilih atau ditentukan
sendiri. Pilihan yang diambil akan menentukan sifat skala termometer.
Untuk kemudahan membaca skala, maka
X selalu dipilih sebagai fungsi linier dari temperatur T.
Pilihan demikian menghasilkan skala termometer yang bersifat linier pula. Memilih
disini berarti menentukan kondisi dan konstruksi alat hingga skala linier
tercapai. Ini berarti,
X = c T atau X / T = c atau (X1 / T1) = (X2 / T2)
Jika keadaan 1 adalah keadaan yang
dicari dan untuk ini angka indeks ditiadakan, maka diperoleh hubungan
T = T2 (X
/ X2)
Dengan :T = temperatur yang
hendak diketahui atau hendak diukur
X
= harga Thermometric
Property pada temperatur yang hendak diukur atau hendak dibaca
T2 =
temperatur acuan yang telah dipilih atau diketahui, dan
X2 =
harga Thermometric Property pada temperatur acuan atau temperatur yang
ditentukan.
Dalam
sistem satuan internasional telah disepakati agar sebagai titik acuan diambil
temperatur tripel air atau titik tripel air, dengan harga T3 =
273,16 K. Dengan ini persamaan berubah menjadi T = 273,16 (X / X3) K.
Skala temperatur pada termometer
gas volume konstan harus ditentukan dengan persamaan
T = 273,16 ( p / p3 ) K
Sedangkan skala temperatur pada
termometer cairan harus ditentukan dengan persamaan
T = 273,16 ( L / L3 ) K
Persoalannya ialah, apakah makna p,
p3,
L, dan L3 ?
Pada
termometer gas ternyata bahwa hubungan linier antara tekanan ( p ) dan
temperatur ( T ) pada volume konstan benar-benar terpenuhi dengan baik,
jika jumlah partikel gas yang digunakan sangat kecil sehingga tekanan p maupun
p3 mendekati
nol. Secara matematis pernyataan ini dapat ditulis sebagai:
Secara matematis hubungan antara
kelima skala temperatur tersebut adalah:
[(T — 273,15) / 5] = [C / 5]
= [R / 4] = [(F — 32) / 9] = [(Ra — 491) / 9]
Dalam kesepakatan internasional
mengenai skala temperatur praktis internasional (International Practical Temperatur
Scale) pada tahun 1968 telah disetujui titik-titik tetap sebagai berikut.
1. Titik lebur emas (Au) = 1.337,58
K
2. Titik lebur seng (Zn) = 692,73 K
3. Titik didih air (H2 O) =
373,15 K
4. Titik tripel air (H2 O) =
273,16 K
5. Titik beku air (H2 O) =
0,01 K
6. Titik tripel oksigen (O2) =
54,361 K dan
7. Titik tripel hidrogen (H2) =
13,81 K.
sumber : Hamid, Hasan Abu. 2007. DIKTAT PERKULIAHAN TERMODINAMIKA: KALOR DAN TERMODINAMIKA. YOGYAKARTA : FMIPA UNY.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar