William Thomson lahir di Belfast, Irlandia, pada tanggal 26 Juni 1824. Dia adalah anak ke-4 dari tujuh bersaudara, anak James Thomson, guru dan penulis buku pelajaran matematika. Ketika William berusia 6 tahun, ibunya meninggal. Tidak lama kemudian, ayahnya menjadi Profesor Matematika di Universitas Glasgow. James Thomson membiayai sendiri pendidikan anak-anaknya dan mengajarkan temuan-temuan terbaru dalam matematika yang belum masuk dalam kurikulum kepada mereka. William dan saudaranya yang lebih tua, James, sangat berbakat. Keduanya masuk Universitas Glasgow pada usia 10 dan 11 tahun. (Seperti William, James kelak menjadi ahli fisika dan insinyur terkemuka, meskipun tidak sehebat adiknya.)
Di Universitas Glasgow, William mempelajari karya kontroversial ahli matematika Perancis, Jean-Baptiste Fourier. Meskipun kebanyakan ilmuwan Inggris menolak karya Fourier, tetapi William menyetujuinya. Bahkan, dia percaya bahwa karya Fourier dapat dilanjutkan, dan matematika yang sama dapat diterapkan pada aliran listrik dan gerakan fluida. Dia juga menerbitkan karya tulis ilmiah -- dua karya tulis, yang berisi alasan-alasan mengapa ia menyetujui pandangan Fourier yang terbit saat ia berusia 16 (karya pertama) dan 17 tahun (karya kedua).
Tahun 1841, ketika berusia 17 tahun, William belajar di Universitas Cambridge. Ia lulus pada tahun 1845 dan memperoleh gelar BA (Sarjana Muda) dengan nilai memuaskan. Pada tahun yang sama, dia mempelajari karya George Green (yang menerapkan matematika pada listrik dan magnetisme) dan karya ahli fisika dan kimia, Michael Faraday (manfaat magnet dalam menciptakan listrik dan bagaimana arus listrik mengeluarkan medan magnetis).
Tahun 1846, saat berusia 22 tahun, Thomson menjadi profesor dalam ilmu fisika (dulu disebut filsafat alam) di Universitas Glasgow. Dia memegang jabatan ini selama 53 tahun, meskipun banyak tawaran untuk mengajar di tempat lain. Ketika Thomson menjadi profesor ilmu fisika, fisika mencakup rentangan topik yang luas dan hampir tidak ada ikatan yang menghubungkan topik-topik tersebut. Namun, dalam karya-karya Fourier, Faraday, dan Green, dia mulai melihat adanya kesatuan. Dia sendiri mampu menentukan secara matematis hubungan antara gerakan fluida dan aliran listrik. Gagasan ini diperolehnya dari karya Fourier, ketika ia masih berusia 16 tahun.
Tahun 1847, untuk pertama kalinya Thomson mendengar karya James Joule mengenai hubungan panas dan gerak mekanis. Asas penyimpanan tenaga dalam karya Joule kelak dikenal sebagai Hukum Termodinamika Pertama. Meskipun Joule diakui sebagai penemu utama termodinamika, Thomsonlah yang "memantapkan termodinamika menjadi disiplin ilmu yang resmi dan merumuskan hukumnya yang pertama dan kedua dengan terminologi yang tepat." [1]
Hukum Termodinamika Pertama menyatakan bahwa tenaga tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan, tetapi bentuknya dapat diubah. Artinya, jumlah tenaga/zat di alam semesta adalah tetap. "Hukum ini secara meyakinkan mengajarkan bahwa alam semesta tidak menciptakan diri sendiri! Struktur alam semesta sekarang adalah hasil konservasi, bukan inovasi sebagaimana dinyatakan oleh teori evolusi." [2] Sementara kaum evolusi tidak dapat menjelaskan asal-usul tenaga/zat yang jumlahnya tetap ini, Alkitab bisa menjelaskan, yaitu hanya Allah yang dapat menciptakan sesuatu dari yang tidak ada. Semua perubahan yang terjadi, oleh manusia atau kekuatan alam, adalah penyusunan kembali dari yang sudah ada.
Meskipun banyak ilmuwan Inggris meragukan karya Joule, Thomson mengakui bahwa hal ini cocok dengan pola perpaduan yang mulai muncul dalam fisika. Tahun 1851, Thomson menerbitkan tulisan berjudul "On the Dynamical Theory of Heat", yang mendukung teori Joule mengenai panas dan gerak. Tulisan ini merupakan langkah penting dalam proses perpaduan bagian fisika yang terpisah-pisah. Karya ini juga memuat Hukum Termodinamika Kedua versi Thomson. (Tanpa diketahui Thomson, tahun sebelumnya, ahli fisika Jerman, R.J.E. Clausius sudah mengajukan hukum yang sama dengan Hukum Termodinamika Kedua versi Thomson.)
Hukum Kedua Termodinamika juga disebut Hukum Peluruhan Tenaga. Asas universal yang mendasari hukum ini menunjukkan bahwa semua sistem, jika tidak diprogram sebelumnya atau tidak diatur dengan tepat, cenderung berubah dari keadaan teratur menjadi tidak teratur. Ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan, alam semesta berproses terus-menerus menuju kondisi di mana pengaturan semakin berkurang. Namun, evolusi mengandalkan gagasan yang sebaliknya. Ahli biologi evolusionis Inggris yang terkenal, Sir Julian Huxley mengatakan, "Evolusi dalam pengertian luas, dapat diartikan sebagai proses terarah yang pada hakikatnya tidak dapat dibalik lagi, yang terjadi sepanjang waktu, dan menimbulkan perkembangan ragam dan pengaturan yang semakin rumit." [3] Gagasan ini jelas bertentangan dengan Hukum Termodinamika Kedua.
Ringkasnya, hukum termodinamika menunjukkan bahwa "jumlah tenaga di alam semesta tidak berubah, tapi tenaga yang ada senantiasa berkurang." [4] Hukum ini bertentangan dengan pemikiran evolusioner, tapi sepenuhnya konsisten dengan kisah penciptaan Allah pada suatu waktu di masa lampau, yang diikuti oleh degenerasi secara berangsur-angsur menuju ketidakteraturan (perbudakan kebinasaan, seperti tertulis dalam Roma 8:21).
Hubungan panas dan gerak mekanik yang pertama kali diajukan oleh Joule, mendorong Thomson kepada penemuan yang paling menjadikannya terkenal, yakni skala suhu mutlak. Pakar Perancis, Jacques Charles, menyatakan isi gas akan menjadi 0, bila suhu diturunkan sampai -273° (tepatnya -273,15°) pada skala Celsius (sama dengan -459,67° Fahrenheit). Thomson sadar bahwa bukan isi gasnya, melainkan tenaga gerak partikel gaslah yang akan menjadi nol. Artinya, pada -273° Celsius, partikel gas akan berhenti bergerak. Thomson lalu merancang skala suhu baru dengan -273°. Satuan pada skala ini adalah kelvin (dengan lambang K ditulis tanpa tanda derajat [°]), sebagai penghargaan bagi Thomson yang kemudian diberi gelar Lord Kelvin. Thomson selanjutnya menyarankan pemakaian termometer gas untuk memungkinkan pengukuran cermat terhadap suhu yang lebih rendah.
Pemakaian skala suhu mutlak (yang tidak bisa bernilai negatif) kelak sangat membantu ahli fisika matematis Skotlandia, James Clerk Maxwell, dalam karyanya mengenai teori kinetik gas. Sumbangan terbesar Thomson bagi ilmu adalah bahwa "orang yang menonjol di antara ilmuwan Inggris yang jumlahnya sedikit membantu meletakkan dasar fisika modern." [5] Hal ini dilakukannya dengan menunjukkan kaitan antara listrik, magnetisme, panas, gerakan mekanik, dan gerakan gas, serta menunjukkan kerangka matematika umum yang mendasari hasil-hasil eksperimen dalam berbagai bidang fisika ini. Ini adalah perluasan teori yang penting atas karya para ilmuwan besar seperti Fourier, Faraday, dan Joule. Proses perluasan kerangka teori ini kemudian dilanjutkan oleh Maxwell dalam teori cahaya elektromagnetik. Maxwell mengakui utangnya pada Thomson sebagai mentornya.
Bersama ahli matematika dan fisika Skotlandia, Percy Guthrie Tait (juga seorang Kristen yang tulus), Thomson menulis buku pelajaran fisika agar dapat meneruskan kerangka teoretisnya kepada para ahli fisika kelak. Dia juga menerbitkan lebih dari 600 karya ilmiah.
Tahun 1844, Samuel Morse sukses memperagakan mesin telegrafinya. Tapi apakah temuan ini dapat dipakai untuk komunikasi antarbenua dengan memakai kabel bawah laut? Ternyata usaha Morse untuk memperagakan telegrafinya lewat kabel bawah laut gagal. Mathew Maury, seorang oseanograf Amerika Serikat dan William Thomson adalah orang yang mendukung gagasan Morse. Thomson menjadi konsultan kepala pada Atlantic Telegraph Company dan turut serta pada tahap awal pemasangan kabel itu. Thomson menciptakan alat penerima telegram yang disebut galvanometer cermin untuk digunakan bersama kabel di bawah laut. Tapi ia tidak sependapat dengan kepala kelistrikan perusahaan, E.O.W. Whitehouse, mengenai rancangan kabelnya. Perusahaan mulanya memakai gagasan Whitehouse, tapi kemudian menyadari bahwa rancangan Thomson lebih baik. Akhirnya, rancangan Thomson dipakai untuk kabel dan pemakaian galvanometer cermin. "Dengan berbuat demikian, perusahaan menghemat waktu dan biaya." [6]
Penemuan kabel transatlantik merupakan terobosan besar dalam dunia komunikasi. Sebagai penghargaan atas sumbangan Thomson untuk keberhasilan proyek itu, Ratu Victoria menghadiahkan gelar bangsawan kepadanya tahun 1866. Namanya menjadi Sir William Thomson. Kemudian dia menjadi mitra dalam perusahaan-perusahaan teknik mesin yang terlibat dalam perencanaan dan pembuatan kabel-kabel di bawah laut lainnya. Setelah keberhasilan pemasangan kabel transatlantik, galvanometer cermin -- pencatat perpindahan pipa (siphon) -- yang telah dimodifikasi Thomson dipakai di hampir semua kabel bawah laut di seluruh dunia.
Selama hidupnya, Thomson memperoleh hak paten untuk sekitar tujuh puluh temuannya, termasuk beberapa alat listrik untuk kabel bawah laut. Thomson juga merupakan anggota kunci dari komite Inggris untuk penggunaan perangkat satuan listrik, dan ini kemudian diterima secara internasional. Thomson juga berhasil dalam merekacipta kompas kapal jenis baru yang hampir tidak terpengaruh oleh besi kapal. Setelah itu dia menciptakan alat peramal pasang surut laut yang dapat memperkirakan tingginya permukaan laut di suatu pelabuhan. Dia juga menciptakan alat pengukur kedalaman laut.
Thomson sangat menentang gagasan geologi uniformitarian Charles Lyell dan teori evolusi Charles Darwin. (Uniformitarianisme berpendapat bahwa bentukan-bentukan geologis merupakan hasil kekuatan biasa yang terjadi selama waktu yang tak terhingga lamanya.) Tahun 1865, Thomson menerbitkan tulisannya berjudul "The Doctrine of Uniformity in Geology Briefly Refuted". Penolakan Thomson terhadap uniformitarianisme dan evolusi ditegakkan di atas dasar-dasar ilmu dan kekristenan. Thomson mengatakan, "Kehidupan di bumi pasti tidak terjadi oleh tindakan kimiawi atau listrik atau pengelompokan kristal molekul-molekul. Kita harus merenung, menyelami misteri dan keajaiban Penciptaan segala makhluk." [7] Dia berdebat dengan Thomas Huxley, Presiden Geological Society of London mengenai bukti ilmiah uniformitarianisme dan evolusi. (Huxley dikenal sebagai "anjing buldog Darwin" karena kegigihannya mempertahankan gagasan Darwin.)
Perdebatan berkepanjangan antara Thomson dan Huxley, berawal ketika Thomson menghitung usia maksimal bumi berdasarkan hukum termodinamika. Tahun 1862, Thomson mengalkulasi, jika bumi terbentuk melalui proses pendinginan masa yang meleleh, sebagaimana anggapan umum, maka menurut hukum termodinamika, bumi tidak mungkin berusia lebih dari 100 juta tahun. (Ini adalah batas atas berdasar hukum fisika, bukan berdasarkan kepercayaan Thomson.) Kalkulasi ini jelas berlawanan dengan waktu yang diperlukan untuk proses evolusi yang lamban, seperti gagasan Darwin. Thomson ingin menunjukkan bahwa teori geologi dan biologi seharusnya tidak bertentangan dengan teori fisika yang sudah diakui.
Ketika radioaktivitas ditemukan menjelang akhir hidup Thomson, para lawannya menyatakan bahwa temuan ini menggagalkan kalkulasinya mengenai usia maksimal bumi. Meskipun benar bahwa panas radioaktivitas memang mengubah kalkulasi tersebut, Thomson kemudian membuat kalkulasi lagi dengan memperhitungkan panas radioaktivitas. Sampai menjelang ajalnya, Thomson masih terlibat dalam kontroversi mengenai perhitungan usia maksimum bumi berdasarkan efek radioaktivitas. (Dalam tulisan singkat berjudul "Evidence for a Young World", ahli fisika, Dr. Russel Humphreys, membahas 15 ranah bukti ilmiah yang menentang kerangka waktu evolusi. [8])
Selama hidupnya, Thomson menerima 21 gelar doktor kehormatan. Tahun 1851, dia diterima sebagai "Fellow of the Royal Society" -- asosiasi Inggris paling bergengsi untuk para ilmuwan. Dia menjabat Presiden Royal Society dari tahun 1890-1895. Tahun 1892, Thomson diberi gelar Baron Kelvin dari Largs oleh Ratu Victoria. Sejak itu, dia lebih dikenal sebagai Lord Kelvin ketimbang Sir William Thomson. Lord Kelvin meninggal di Largs, Ayrshire, Skotlandia, tanggal 17 Desember 1907. Dia mendapat kehormatan besar untuk dimakamkan di Westminster Abbey di London.
Iman Kelvin sangat teguh. Dia percaya bahwa alam memberikan banyak bukti yang mendukung imannya. "Di sekeliling kita berlimpah-ruah bukti mengenai adanya rancangan yang cerdas dan penuh kebajikan... gagasan ateis sangat tidak masuk akal, sehingga saya tidak dapat mengungkapkannya dengan kata-kata." [9] Kelvin tidak melihat pertentangan antara ilmu dan Alkitab. Bahkan, dia mengatakan bahwa "mengenai asal-usul kehidupan, ilmu... memastikan adanya kekuasaan yang kreatif." [10]
Pustaka Acuan
- H.M. Morris, Men of Science, Men of God, Master Books, Colorado Springs, 1982, hlm 63.
- S.M. Huse, The Collapse of Evolution, Baker Books, Grand Rapids (Michigan), 1983, hlm 59.
- J. Huxley, Evolution and Genetics, Bab 8 dalam What ia Science?, J.R. Newman (red.), Simon & Schuster, New York, 1955, hlm 278.
- H.M. Morris, The Scientific Case for Creation, Master Books, Colorado Springs, 1977, hlm 14.
- Encyclopaedia Britannica, edisi ke-15, 1992, jld 22, hlm 503. 6.
- ibid, hlm 505.
- Thomson dikutip dalam: D.C.C. Watson, Myths and Miracles - A New Approach to Genesis 1-11, Creation Science Foundation, Acacia Ridge (Queensland, Australia), 1988, hlm 113.
- D.R. Humphreys, Evidence for a Young World, Creation Science Foundation, Acacia Ridge (Queensland, Australia).
- W. Thomson, Journal of the Victoria Institute, jld 124, hlm 267.
- Thomson dikutip dalam Morris (Acuan 1), hlm 66.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul asli buku | : | 21 Great Scientists Who Believed the Bible |
Judul buku | : | Para Ilmuwan Mempercayai Ilahi |
Judul artikel | : | William Thomson (Lord Kevin) 1824 -- 1907 |
Penulis | : | Ann Lamont |
Penerjemah | : | Lillian D. Tedjasudhana |
Penerbit | : | Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF Jakarta |
Halaman | : | 214 -- 226 |
sumber : http://biokristi.sabda.org/william_thomson_lord_kelvin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar