Blog ini dibangun untuk memenuhi salah satu proyek mata kuliah Termodinamika dengan dosen pengampu Bapak Apit Fathurohman, S.Pd., M.Si

Sabtu, 07 Maret 2015

TERMOMETER

Jenis-Jenis Termometer
Seperti telah dijelaskan di atas, jenis-jenis termometer bergantung pada sifat fisis zat (thermometric property) yang digunakan. Jenis-jenis termometer yang lazim digunakan antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Termometer Gas Volume Tetap
Sesuai dengan namanya, termometer ini dibuat berdasarkan pada perubahan tekanan gas karena adanya perubahan temperatur. Volume gas dapat membesar karena kenaikan temperatur yang diikuti oleh penurunan tekanan gas dan dapat mengecil karena penurunan temperatur yang diikuti oleh kenaikan tekanan gas. Jadi, pada termometer gas volume tetap, thermometric property-nya adalah tekanan gas (p) yang diwakili oleh perubahan panjang kolom air raksa (raksa). Ini berarti p = p ( T ). Adapun bentuk skematis termometer gas volume tetap seperti dilukiskan pada gambar :


Bagaimanakah cara kerja termometer gas volume tetap seperti gambar ?
Apabila benda yang akan diukur temperaturnya (A) disentuhkan pada bola B, maka gas dalam bola B akan memuai dan mendesak air raksa dalam pipa C ke bawah dan dalam pipa E ke atas. Pipa C dan pipa E dihubungkan dengan pipa karet D yang lentur dan dapat ditarik ke bawah atau ke atas.

Apabila gas bola B memuai dan mendesak air raksa dalam pipa C, maka volume gas bertambah. Agar volume gas tetap seperti semula, yaitu pada pengatur permukaan raksa, maka pipa karet D dapat dinaikkan atau diturunkan, sehingga volume gas pada bola B dapat dijaga tetap
Jika kaki-kaki manometer mempunyai luas penampang yang sama, misalnya seluas A, tinggi cairan raksa yang berada di atas tanda volume tetap (pengatur permukaan raksa) adalah h, sedangkan massa jenis raksa adalah ρ, maka untuk percepatan gravitasi bumi g dan tekanan udara luar sebesar po, berlaku persamaan-persamaan berikut.
p1 = po + ρ g h1
p2 = po + ρ g h2
p = po + ρ g h

Dengan menggunakan persamaan (p V / T) = C dengan volume V tetap dan subsitusi sederhana dapat diperoleh persamaan:
T = T1 + {(h – h1) / (h2 – h1)}{T2 – T1}

Dengan mengambil T1 = temperatur titik lebur es atau titik beku air pada tekanan udara luar 1 atmosfer = 00C = 273 K dan h1 = tinggi raksa pada saat disentuhkan pada es yang sedang melebur, serta T2 = temperatur titik didih air atau titik embun air pada tekanan 1 atmosfer = 1000 C = 373 K dan h2 = tinggi raksa pada saat disentuhkan pada air sedang mendidih, sedangkan h adalah sembarang posisi permukaan raksa di kaki E, maka temperatur T dapat diketahui, karena temperatur T merupakan fungsi linier tinggi raksa h.

2. Termometer Gas Tekanan Tetap
Termometer gas tekanan tetap dibuat berdasarkan pada perubahan volume gas yang berubah karena adanya perubahan temperatur. Pada proses volume tetap, kenaikan temperatur mengakibatkan tekanan gas naik dan sebaliknya penurunan temperatur akan mengakibatkan tekanan gas menurun. Pada proses tekanan tetap, volume gas akan bertambah jika temperatur gas naik dan sebaliknya volume gas akan mengecil jika temperatur gas turun. Jadi, pada termometer gas tekanan tetap, thermometric property-nya adalah volume gas (V) yang diwakili oleh panjang kolom air raksa. Ini berarti V = V ( T ). Adapun skematis termometer. Dengan cara yang sama seperti di atas, dapat dituliskan persamaan berikut.
T = T1 + {(V – V1) / (V2 – V1)} (T2 – T1)

3. Termometer Cairan
Termometer cairan dibuat berdasarkan pada perubahan volume cairan karena adanya perubahan temperatur. Namun karena luas penampang kolom cairan A dipandang tetap, maka perubahan volume cairan dapat diwakili oleh perubahan tinggi kolom cairannya. Ini berarti Thermometric Property-nya adalah panjang atau tinggi kolom cairan, sehingga dapat diperoleh L = L ( T ). Adapun skematis termometer cairan seperti gambar :


Pada dasarnya, temperatur untuk termometer cairan seperti gambar, harga temperaturnya diukur dengan perubahan volume cairan dengan persamaan

T = f (V)
Jika untuk titik-titik tetap dengan temperatur T1 dan T2 volume cairan masing-masing V1 dan V2, maka interpolasi dan eksptrapolasi linier ditentukan dengan persamaan
T = T1 + {(V – V1) / (V2 – V1)} (T2 – T1)

Selanjutnya, jika tandon cairan mempunyai volume V0 dan luas penampang tabung halus adalah A, maka volume dapat dinyatakan dengan panjang tabung L di atas tandon cairan dengan persamaan-persamaan berikut :

V1 = V0 + A L1
V2 = V0 + A L2
V = V0 + A L

Dengan melakukan substitusi sederhana dapat diperoleh persamaan berikut:

T = T1 + {(L – L1) / (L2 – L1)} (T2 – T1)

Dengan menggunakan persamaan 2.12 dapat ditentukan harga sembarang temperatur T karena harga L dapat diukur. Tegasnya, ukuran temperatur dapat dilaksanakan dengan mengukur panjang kolom cairan di atas tandon cairan.

4. Termometer Hambatan Listrik
Termometer hambatan jenis dibuat berdasarkan pada perubahan hambatan jenis suatu penghantar karena adanya perubahan temperatur. Ini berarti Thermometric Property-nya adalah hambatan suatu konduktor, sehingga R = R ( T ). Adapun skematis termometer hambatan listrik seperti gambar :



Keterangan gambar.
A = ampermeter
B = benda yang akan diukur temperaturnya
E = elemen atau batu batere standar
R = hambatan atau konduktor
RG = hambatan geser
S = saklar

Hambatan listrik (R) dari berbagai konduktor atau zat berubah menurut temperaturnya. Perubahan ini akan sangat jelas jika temperaturnya sudah mendekati harga – 273 0C. Ini berarti, mulai suatu temperatur tertentu, hambatan listrik tiba-tiba menjadi sangat kecil atau dapat dikatakan konduksi listriknya menjadi sangat besar. Hal ini, dalam istilah kelistrikan disebut sebagai konduktor supra.
Batas-batas temperatur untuk menjadi konduktor supra untuk berbagai konduktor berbeda-beda. Bahkan ada zat yang tidak dapat diketahui batas-batas temperaturnya karena kesulitan untuk membuat temperatur rendah.
Hambatan listrik yang berubah karena perubahan temperatur ini dapat digunakan untuk mengukur temperatur dan dalam hal ini digunakan daerah hambatan listrik di atas konduktor supra. Sesuai dengan perubahan temperatur T, hambatan listrik R dapat berubah, sehingga untuk tegangan batere yang standar kuat arus listriknya juga ikut berubah. Jadi kuat arus listrik menjadi thermometric property dari termometer hambatan listrik. Untuk keperluan praktis, kalibrasi alat ini diperlukan; karena yang berubah adalah hambatan listriknya (R), tetapi yang terukur adalah kuat arus listriknya (I).
Menurut Callendar (1886), untuk pengukuran yang presisi (pengukuran yang tepat dan akurat) digunakan hambatan listrik platina dengan menggunakan rumus empiris berikut.
T = {(Rt – R0) / (R100 – R0)} 100 + δ {(T / 100) – 1} (T / 100)
dengan T sebagai temperatur dalam 0C, sedangkan Rt , R0, dan R100 masing-masing adalah hambatan listrik dalam ohm (Ω) untuk temperatur T, temperatur titik es, dan temperatur titik uap air, serta δ adalah konstante yang harganya bergantung pada karakteristik hambatan platina dan diperoleh melalui kalibrasi pada titik belerang.
Dengan jalan yang sama, secara teoritis, kalibrasi antara hambatan R dengan kuat arus listrik I yang menggunakan batere standar dapat digunakan persamaan berikut :

T = {(It – I0) / (I100 – I0)} 100 + δ {(T / 100) – 1} (T / 100)
Termometer hambatan listrik mempunyai beberapa keuntungan, antara lain:
1. hambatan R dapat ditanam dalam benda pejal (masif) yang akan diukur temperaturnya
2. batas ukurnya sangat lebar, yakni dari –253 0C sampai 1200 0C (ada yang menyatakan sampai titik lebur platina, yakni 1760 0C)
3. ketelitian termometer hambatan listrik platina dapat mencapai 10 – 3 derajat celcius atau 0,001 0C.

Termometer hambatan listrik dapat dibuat mini dan portable (dapat dibawa kemana-mana dengan bobot yang ringan). Volume termometer mini ini adalah 1 mm3 dan dapat digunakan untuk mengukur temperatur dari –20 0C sampai 120 0C. Termometer hambatan listrik dengan ukuran mini ini disebut termizet.

5. Termometer Termokopel
Termometer termokopel dibuat berdasarkan pada: (1) adanya gaya gerak listrik (ggl) Seebeck, (2) adanya ggl Peltier, dan (3) adanya ggl Thomson pada sambungan dua logam yang berbeda jenisnya, serta (4) adanya perubahan temperatur pada sambungan dua logam. Ini berarti termometer termokopel dibuat berdasarkan pada hasil percobaan Seebeck, Peltier, dan Thomson.
Pada tahun 1826 Thomas Johann Seebeck menemukan bahwa ggl dapat ditimbulkan dengan cara-cara termal. Jika logam A disambungkan dengan logam B dan kedua sambungan berbeda temperaturnya, maka akan timbul ggl termal atau ggl Seebeck yang disebabkan karena adanya kerapatan elektron bebas dalam logam yang berbeda temperaturnya.
Apabila dua logam A dan B yang berlainan jenisnya disambungkan dan kedua sambungan itu berbeda temperaturnya, maka elektron-elektronnya berdifusi dari logam A ke logam B atau sebaliknya. Kedua sambungan berfungsi sebagai sumber ggl dan jika ada arus listrik dari logam yang satu ke logam lainnya, maka ada tenaga yang dibebaskan atau diabsorbsikan. Perpindahan tenaga ini berbentuk aliran kalor di antara sambungan dan sekelilingnya. Kalor ini disebut kalor Peltier (Jean C.A. Peltier adalah penemu kalor yang mengalir di antara dua sambungan logam yang berbeda jenisnya dan berlainan temperaturnya dan beliau adalah seorang ahli Ilmu Alam bangsa Perancis). Eksperimen menunjukkan, bahwa kalor Peltier yang dipindahkan pada setiap sambungan berbanding dengan jumlah muatan listrik yang melewati sambungan dan membalik arahnya apabila arus listrik juga membalik arahnya. Jumlah tenaga panas (dalam joule) yang diabsorbsikan atau dibebaskan pada sambungan logam-logam A dan B per jumlah muatan listrik (dalam coulomb) yang dipindahkan disebut ggl Peltier (πAB). Jadi 

Ternyata bahwa ggl Peltier (πAB) tidak hanya bergantung pada sifat kedua logam, tetapi juga pada temperatur sambungan dan tidak bergantung pada sambungan lain yang mungkin ada.
Sir William Thomson (Lord Kelvin) menemukan, bahwa kepadatan elektron bebas akan berlainan dari titik ke titik dalam suatu kawat yang ujung-ujungnya mempunyai temperatur yang berbeda. Jadi, setiap bagian dari kawat yang temperaturnya berbeda atau tidak seragam (heterogen) merupakan sumber ggl.
Apabila arus listrik mengalir dalam kawat yang temperaturnya tidak seragam, maka pada semua titik dalam kawat, kalor akan dibebaskan atau diabsorbsikan, dan kalor ini disebut sebagai kalor Thomson. Kalor Thomson sebanding dengan jumlah muatan listrik yang
melewati bagian kawat dan sebanding dengan perbedaan temperatur antara ujung-ujung bagian kawat.
Apabila suatu bagian kawat yang pendek (A) mempunyai perbedaan temperatur (dt), maka jumlah kalor yang dibebaskan atau diabsorbsikan (dalam joule) dalam bagian kawat per jumlah muatan listrik yang dipindahkan (dalam coulomb) disebut sebagai ggl Thomson (τA dt). Jadi ggl Thomson dapat dituliskan dalam persamaan berikut :



Eksperimen menunjukkan, bahwa kalor Thomson dapat dibalik dan tergantung dari sifat kawat serta temperatur rata-rata dari bagian kawat yang temperaturnya heterogen.
Pada hakikatnya, ggl Seebeck (εAB) pada termokopel adalah perpaduan dua ggl Peltier dan dua ggl Thomson yang persamaannya biasa disebut sebagai persamaan dasar termokopel yang ditulis sebagai berikut :


dengan t = temperatur sambungan percobaan (test junction)
tR = temperatur sambungan penunjukan (reference junction) yang dibuat tetap. Jadi, dapat dinyatakan, bahwa Thermometric Property dari termometer termokopel adalah adanya ggl karena perubahan temperatur, sehingga ε = ε ( T ). Seperti apa bentuk persamaannya ? Adapun skematis termometer termokopel seperti gambar : 


 Benda yang akan diukur temperaturnya disentuhkan pada sambungan logam I dan logam II dan disebut sebagai sambungan percobaan dengan temperatur t. Andaikan logam I disebut logam A, logam II disebut sebagai logam B, dan logam tembaga disebut sebagai logam C; maka ada tiga sambungan, yaitu: (1) sambungan AB, (2) sambungan BC, dan (3) sambungan CA. Sambungan BC dan sambungan CA ada dalam wadah yang temperaturnya dijaga tetap yang disebut sebagai temperatur acuan atau sambungan penunjukkan dengan temperatur tR. Jika persamaan dasar termokopel diterapkan dalam kasus ini, maka diperoleh persamaan dasar termometer termokopel berikut :




 Persamaan tsb berlaku pada termometer termokopel seperti gambar karena ggl Thomson pada logam C (logam tembaga) tidak ada serta sambungan BC dan CA temperaturnya sama, yaitu tR. Dengan demikian, persamaan itu dapat diubah menjadi persamaan berikut :

Pada hakikatnya persamaan kedua merupakan harga ggl termokopel dari logam-logam A dan B saja dengan temperatur sambungan t dan tR, sehingga εABC = εAB = εAC - εBC; apabila temperatur ujung-ujung logam tembaga (logam C) sama.
Jika M adalah suatu logam dan L ialah logam timah hitam, percobaan-percobaan menunjukkan, bahwa ggl termal εML tergantung pada temperatur t dari sambungan percobaan dan tR temperatur acuan. Apabila tR = 00 C, maka harga εML dapat ditulis sebagai berikut :

εML = a t + ½ b t2
persamaan diatas merupakan persamaan dasar termometer termokopel dengan a dan b berupa konstante percobaan yang harganya seperti tabel berikut.



6. Pirometer Optik
    Pirometer Optik (Optis) merupakan termometer sekunder, dalam arti pirometer optik digunakan untuk mengukur temperatur di atas 10000C sampai 12000C. Mengapa demikian ? Karena suatu benda yang bertemperatur lebih dari 5000C akan memancarkan cahaya yang dapat dilihat (cahaya tampak). Hal ini dapat dilihat dengan jelas dalam kegelapan.
  Intensitas cahaya tampak akan meningkat dengan bertambahnya temperatur. Pada suatu benda yang bertemperatur 6000C akan tampak cahaya merah tua, pada temperatur 7000C tampak cahaya merah, pada temperatur 8500C tampak cahaya merah muda, dan jika temperaturnya 10000C tampak cahaya jingga kekuning-kuningan. Setelah temperatur benda lewat 10000C sampai 12000C, benda akan memancarkan cahaya putih kekuning-kuningan. Di atas temperatur 12000C, benda akan memancarkan cahaya dengan perubahan warna yang lambat dan perubahan intensitas yang cepat. Ini berarti, intensitas cahaya yang kelihatan oleh mata bertambah dengan sangat cepat dan intensitas segala warna bertambah serta warna cahaya mendekati maksimum (ingat grafik warna untuk mata dalam kuliah Optika). 
   Prinsip dasar pengukuran temperatur dengan pirometer optik ada dua, yaitu: (1) dengan menentukan intensitas cahaya tampak, dan (2) dengan menentukan perbandingan dua intensitas cahaya tampak. Cara yang terbanyak digunakan adalah cara membandingkan dua intensitas cahaya tampak yang dipancarkan oleh benda hitam sempurna (black body radiator) dengan benda lain yang ditera. Jadi, Thermometric Property dari termometer pirometer optik adalah intensitas cahaya, sehingga: I = I( T ).
  Jenis-jenis pirometer optik banyak ragamnya, antara lain: (1) pirometer optik penyinaran total yang didasarkan pada hukum Stefan – Boltzmann (Et = σo T4), dan (2) pirometer optik foto elektrik yang berdasarkan pada prinsip kerja fotosel.

E. Skala Temperatur
Jika Thermometric Property dilambangkan X, maka X = X ( T ). Fungsi apa yang digunakan ? Fungsi yang digunakan dapat dipilih atau ditentukan sendiri. Pilihan yang diambil akan menentukan sifat skala termometer.
Untuk kemudahan membaca skala, maka X selalu dipilih sebagai fungsi linier dari temperatur T. Pilihan demikian menghasilkan skala termometer yang bersifat linier pula. Memilih disini berarti menentukan kondisi dan konstruksi alat hingga skala linier tercapai. Ini berarti,
X = c T atau X / T = c atau (X1 / T1) = (X2 / T2)
Jika keadaan 1 adalah keadaan yang dicari dan untuk ini angka indeks ditiadakan, maka diperoleh hubungan
T = T2 (X / X2)
Dengan :T = temperatur yang hendak diketahui atau hendak diukur
X = harga Thermometric Property pada temperatur yang hendak diukur atau hendak dibaca
T2 = temperatur acuan yang telah dipilih atau diketahui, dan
X2 = harga Thermometric Property pada temperatur acuan atau temperatur yang ditentukan.
Dalam sistem satuan internasional telah disepakati agar sebagai titik acuan diambil temperatur tripel air atau titik tripel air, dengan harga T3 = 273,16 K. Dengan ini persamaan berubah menjadi T = 273,16 (X / X3) K.
Skala temperatur pada termometer gas volume konstan harus ditentukan dengan persamaan
T = 273,16 ( p / p3 ) K
Sedangkan skala temperatur pada termometer cairan harus ditentukan dengan persamaan
T = 273,16 ( L / L3 ) K
Persoalannya ialah, apakah makna p, p3, L, dan L3 ?
Pada termometer gas ternyata bahwa hubungan linier antara tekanan ( p ) dan temperatur ( T ) pada volume konstan benar-benar terpenuhi dengan baik, jika jumlah partikel gas yang digunakan sangat kecil sehingga tekanan p maupun p3 mendekati nol. Secara matematis pernyataan ini dapat ditulis sebagai:



Secara matematis hubungan antara kelima skala temperatur tersebut adalah:
[(T — 273,15) / 5] = [C / 5] = [R / 4] = [(F — 32) / 9] = [(Ra — 491) / 9]
Dalam kesepakatan internasional mengenai skala temperatur praktis internasional (International Practical Temperatur Scale) pada tahun 1968 telah disetujui titik-titik tetap sebagai berikut.
1. Titik lebur emas (Au) = 1.337,58 K
2. Titik lebur seng (Zn) = 692,73 K
3. Titik didih air (H2 O) = 373,15 K
4. Titik tripel air (H2 O) = 273,16 K
5. Titik beku air (H2 O) = 0,01 K
6. Titik tripel oksigen (O2) = 54,361 K dan
7. Titik tripel hidrogen (H2) = 13,81 K.


sumber : Hamid, Hasan Abu. 2007. DIKTAT PERKULIAHAN TERMODINAMIKA: KALOR DAN TERMODINAMIKA. YOGYAKARTA : FMIPA UNY.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar